Kejari Jambi Lakukan Langkah Humanis Terhadap Penyalahgunaan Narkotika dan Penadahan Diselesaikan Lewat Restorative Justice

0

Kejari Jambi Lakukan Langkah Humanis Terhadap Penyalahgunaan Narkotika dan Penadahan Diselesaikan Lewat Restorative Justice

SERAMBIJAMBI.ID, JAMBI – Bertempat di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi, Kepala Kejaksaan Negeri Jambi M.N. INGRATUBUN, SH.MH, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Jambi, YOYOK SATRIO, S.H., M.H beserta Jaksa Penuntut Umum DWI YULISTIA, S.H melaksanakan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice dalam 2 (dua) perkara yaitu Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika An. M. Al Alif Adrian Bin RD. Muslim dan Tindak Pidana Pertolongan Jahat An. Muhammad Faisal Simbolon Bin Syamsir Simbolon (alm).

Kepala Kejaksaan Negeri Jambi melalui Kepala Seksi Intelijen AFRIADI ASMIN, S.H., M.H menjelaskan bahwa Tersangka M. Al Alif dalam perkara penyalahgunaan Narkotika, serta melanggar melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Sedangkan Faisal dalam perkara tindak pidana penadahan yang melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

“M. Al Alif Adrian ini akan menjalani rehabilitasi medis di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jambi selama 3 (tiga) bulan dan menjadi pekerjaan sosial di Dinas Sosial Provinsi Jambi selama 1 bulan.” Jelasnya, Kamis, (26 Juni 2025)

Penghentian penuntutan perkara penyalahgunaan narkotika terhadap tersangka M. Al Alif Adrian dilakukan berdasarkan aturan pedoman Jaksa Agung No 18 tahun 2021, tentang penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi melalui pendekatan keadilan restoratif sebagai pelaksanaan asas dominus litis Jaksa.

“Kejari Jambi bersama RSJ Provinsi Jambi akan terus memantau proses rehabilitasi tersangka M. Al Alif Adrian untuk memastikan hasil yang maksimal dalam rangka pemulihan.”

Selain itu, tersangka Muhammad Faisal Simbolon dalam proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf kepada korban dan korban sudah memberikan maaf kepada tersangka. Tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Kemudian tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela dimana kedua belah pihak sudah saling memaafkan.

Untuk diketahui, sebelumnya JAM-Pidum yang diwakili oleh Direktur B Wahyud, S.H., M.H telah menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan RJ terhadap dua perkara ini.

“Penghentian penuntutan perkara pidana umum dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.” Jelasnya

Selanjutnya, dilakukan pemasangan alat pengawas elektronik (APE)/ Detection Kit dan monitoring instalasi APE pada tersangka yang dikenakan Penangguhan Penahanan.

“Penerapan APE dinilai sebagai langkah maju dalam sistem peradilan pidana yang modern dan humanis, karena memungkinkan pengawasan yang ketat tanpa harus dilakukan melalui penahanan fisik”

Sebagai bentuk penguatan, sistem monitoring APE dilakukan secara real-time dan terintegrasi, serta didukung oleh petugas yang telah dibekali pelatihan teknis.

Dalam hal ini, Kajari Jambi menegaskan bahwa “perlu kami ingatkan surat penghentian tuntutan ini sewaktu- waktu bisa dicabut, apabila saudara melakukan perbuatan itu lagi. kami tidak tolerir lagi dan bisa diancam hukuman maksimal”. Ujarnya

“saya ingin mengutip kembali pesan Jaksa Agung yang mengatakan “Saya tidak menghendaki kalian melakukan penuntutan asal-asalan tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. Ingat, rasa keadilan itu tidak ada dalam KUHP ataupun KUHAP melainkan ada dalam hati nurani kalian. Camkan itu!.” Itulah instruksi tegas Jaksa Agung RI S.T. Burhanuddin kepada segenap jajaran untuk dipedomani dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenang penuntutannya.”

Bahwa dalam menjalankan kewenangan penegakan hukum kita tidak boleh terjebak dalam terali kepastian hukum dan keadilan prosedural semata sehingga mengabaikan keadilan substansial yang sejatinya menjadi tujuan utama dari hukum itu sendiri, padahal perlu diingat bahwa Equm et bonum est lex legum (apa yang adil dan baik adalah hukumnya hukum)

Comments
Loading...