Saksikan ‘Gratis’ Pertunjukan Tari Bedeti Suku Anak Dalam, Digelar Teater Tonggak pada 14 Juli 2019 di Taman Budaya Jambi
Saksikan ‘Gratis’ Pertunjukan Tari Bedeti Suku Anak Dalam, Digelar Teater Tonggak pada 14 Juli 2019 di Taman Budaya Jambi
SERAMBIJAMBI.ID, JAMBI – Teater Tonggak Jambi hadirkan pertunjukan seni tari asal Suku Anak Dalam (SAD) kelompok Hari yang berada di Desa Pelepat Kabupaten Bungo Provinsi Jambi, di Teater Arena Taman Budaya Jambi (TBJ) Kawasan Sungai Kambang Kota Jambi, Pada Minggu (14/07/2019) Malam Pukul: 19.30 Wib, secara Gratis dan Terbuka untuk umum.
Pergelaran Tari Bedeti hasil pengolahan Teater Tonggak yang melakukan riset secara langsung sejak Maret 2019 kepada Nurbaiti (81) atau biasa disapa Mak Nur tersebut bekerjasama dengan Pundi Sumatera dan didukung TBJ UPTD Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi.
Dari keterangan Raja Rizky Maylando, selaku sutradara sekaligus ketua pelaksana pertunjukan menguraikan bahwa Bedeti merupakan tuturan yang berisi Do’a kepada Sang Pencipta. Disampaikan oleh seorang dukun atau tetua yang berdiri paling depan memimpin prosesi Tari Bederi.Ada bermacam-macam Tari Bedeti. Setiap jenisnya disesuaikan dengan konteks acara yang berlangsung. Secara umum ada 3 jenis tari bedeti. Tari Bedeti Mandi Anak, Tari Bedeti Pernikahan, dan Tari Bedeti Persembahan.
Tari bedeti mandi anak dilakukan dengan turun kelokasi air mengalir atau sungai menjelang matahari terbit. Kemudian seorang dukun memandikan anak tersebut sambil bertutur yang mengandung doa agar anak selalu dalam perlindungan Tuhan, dihindarkan dari segala penyakit, menjadi anak yang tidak melawan orang tua, wibawa, bijaksana, dan kesatria.
Lalu, Tari bedeti pernikahan dilaksanakan oleh dukun pria dengan penari pria sebagai pengawal mengelilingi sepasang kekasih, tutur yang disampaikan oleh dukun adalah doa-doa agar jauh dari celaka, dimurahkan rezeki, dan dijauhkan perpisahan dunia.
Terakhir, Tari Bedeti Persembahan. Tarian ini dilaksanakan oleh dukun perempuan yang menuturkan ungkapan terima kasih kepada seluruh yang hadir, berucapkan maaf bila ada persembahan kami ada yang salah, dan mendoakan kepada seluruh yang hadir sehat dan selamat dunia akhirat.
“Kita pantas mempertahankan eksistensi Tari bedeti yang hampir punah, Tari bedeti harus dilestarikan. Pengolahan Tari bedeti yang disajikan merupakan wujud kepedulian kita sebagai pemerhati seni budaya suku anak dalam,” Jelas Raja, (Rabu, 10/07/2019).
Sebelumnya saat Uji Coba Tari Bedeti pada tanggal 05 Juli 2019, Pukul 20.00 WiB di gedung Teater Arena Taman Budaya Jambi, Mak Nur didampingi Dewi Yunita Widiarti, Direktur program di SSS Pundi Sumatera dan sebagai koordinator proyek SUDUNG menyaksikan langsung pertunjukan.
“Terima kasih kepada Pundi Sumatera telah memberikan kesempatan dan fasilitas menghadirkan narasumber Tari Bedeti ialah Ibu Nurbaiti sehingga sampai pada tujuan kami beliau menyaksikan karya Tari Bedeti pada malam uji coba semoga pada tanggal 14 Juli 2019 beliau sehat dan bisa hadir kembali. Terima kasih kepada UPTD Taman Budaya Jambi (DISBUDPAR) telah memberikan ruang/tempat terselenggaranya uji coba Tari Bedeti, kepada Mindulahin serta berbagai pihak yang turut mendukung,” Pungkas Raja.
Hendry Nursal selaku Sekjen Teater mewakili Ketua Teater Tonggak Eso Pamenan, juga menyampaikan apresiasinya pada Mak Nur yang berkenan mewariskan kearifan lokal dan Pundi Sumatera karena dukungan serta kepeduliannya.
“Terima Kasih Mak Nur, telah memberikan kami Teater Tonggak kesempatan untuk belajar dan bersedia mewariskan seni budaya yang merupakan kekayaan lokal. Menjadi renungan tersendiri ketika Mak Nur mengatakan belum ada lagi yang bisa bertutur untuk Tari Bedeti seperti Mak saat ini, semoga hal itu sempat terwariskan dari Mak. Kepada Pundi Sumatera, dukungan yang diberikan sangat berarti bagi kami dalam melakukan riset-riset lagi untuk membawa kearifan lokal ini ke permukaan sehingga dapat terus dinikmati anak cucu kita nantinya,” Ungkap Hendry.
Moment Uji Coba, Mak Nur memberikan masukan dan perbaikan-perbaikan yang menurutnya kurang atau ada yang tertinggal. Mak Nur masih sangat lancar mencontohkan Seni Bertutur, juga menampilkan gerakan-gerakan Tari. Namun sudah mulai terasa minim artikulasi pengucapan dan mudah lelah mengingat faktor Usia.
Semangat Mak Nur tetap tergambar karena adanya keinginan untk mewariskan seni dan budaya asli keturunan kepada generasi muda saat ini, sebab di daerah asalnya saat ini sudah mulai ditinggalkan bahkan kata Mak Nur sudah tidak ada lagi yang bisa bertutur.
“Sudah tidak ada lagi yang bisa bertutur seperti saya, Tari Bedeti sudah ditinggalkan,” Ujar Mak Nur Singkat.
Pada kesempatan tersebut Dewi, perwakilan dari Pundi Sumatera, dalam diskusi ringan seusai uji coba juga menceritakan kegundahannya terkait Tari Bedeti yang hampir punah bahkan asing bagi keturunan SAD di Desa Pelepat Kabupaten Bungo, di tempat Mak Nur bermukim saat ini.
“Disana, ini sudah hampir punah, seperti Tari Bederi pernikahan tidak lagi digelar oleh keturunan SAD. Warga lebih menggunakan adat desa setempat, bahkan anak-anaknya malu saat akan diminta untuk menarikan Adat asli miliknya ini. Kami berkenalan dengan Pak Didin, Kepala TBJ dan bekerjasama dengan Teater Tonggak. Kami disambut baik, direspon positif oleh Teater Tonggak,” Beber Dewi.
“Kami berterima kasih pada Teater Tonggak juga Taman Budaya Jambi. Hasilnya bahkan diluar bayangan kami, sangat memuaskan bagi kami. Semoga ini terjaga, karena ini kekayaan budaya SAD, kekayaan milik kabupaten Bungo dan Jambi secara umum,” Pungkas Dewi.
Pundi Sumatera, adalah sebuah prakarsa Pemerintah Indonesia yang dirancang untuk meningkatkan inklusi sosial bagi enam kelompok yang paling terpinggirkan di Indonesia, yang kurang mendapat layanan pemerintah dan program perlindungan sosial. Enam kelompok sasaran tersebut adalah (1) Anak dan remaja rentan, (2) Masyarakat adat dan lokal terpencil yang tergantung pada sumber daya alam, (3) Korban diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan berbasis agama, (4) Orang dengan disabilitas, (5) Hak asasi manusia dan restorasi sosial, dan (6) Waria.
Pada tahap pertama, program ini bernama Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Peduli dan difasilitasi selama 2011-2014 oleh PNPM Support Facility (PSF) – World Bank. Pada Maret 2014, The Asia Foundation ditetapkan sebagai mitra pengelola Program Peduli Fase II, dengan dana dari Pemerintah Australia melalui Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia. Pada Desember 2016, Program Peduli diperpanjang sampai Desember 2018.
Pada Program Peduli fase ini, kegiatan lebih difokuskan untuk meningkatkan inklusi sosial dan ekonomi dalam pembangunan Indonesia, dengan meningkatkan akses pelayanan hak dasar dan penerimaan sosial bagi mereka yang terpinggirkan.
Program Peduli bekerja sama dengan sembilan organisasi mitra payung di tingkat nasional dan 69 organisasi masyarakat sipil di 75 kota/kabupaten yang tersebar di 21 provinsi.
Sekilas Teater Tonggak
20 tahun Teater Tonggak “menggali, mengembang, lestari jatidiri” dalam kancah dunia perteateran di Jambi. Teater tonggak tidak berhenti untuk berkarya dan berkreatifitas dengan riset di lingkungan masyarakat yang juga terus dilakukan. Tidak hanya itu, teater Tonggak merasa peduli dan terus berupaya memupuk kepedulian semua pihak akan kehidupan remaja di masa serba teknologi saat ini. Teater Tonggak menjawab hal itu dengan umur yang masih belia berhasil mendidik 6 (enam) generasi keanggotaan dengan niat dapat memberikan ilmu teater yang diharapkan mampu menopangnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Ekspresi daya kerja Teater Tonggak berusaha secara kontinyu menggali potensi lokal dan regional di bidang seni budaya, sosial, dan kemasyarakatan yang diaplikasikan dalam bentuk kerja teater dan terus menggali baik itu Hutan, Air, Tanah bahkan Udara dengan harapan bukan menggurui namun dapat memberikan suatu proses pencerahan diri. Maka, agar hasilnya maksimal Teater Tonggak senantiasa memacu aktivitas dan kreativitas sebagai proses pembelajaran hidup dan kehidupan yang selaras, serasi dan manusiawi. Proses kreatif yang dijalani tidak terpaku pada sebuah konsep. Tetapi, juga melakukan eksplorasi dalam upaya pencarian bentuk-bentuk baru sebagai suatu kebutuhan dalam pengembangan dan peningkatan kualitas kesenian.
Teater Tonggak merupakan sebuah komunitas seni pertunjukan yang didirikan pada tanggal 30 April 1999 di Kota Jambi, diprakarsai oleh Didin Siroz, Ahmad Rodhi, Nanang Sunarya, Mg Alloy, Ide Bagus Putra, Edi Kuncoro, Rd. Irwansyah, dan Jefri ADP. Pada saat didirikan tahun 1999 jumlah anggota dan pengurus sebanyak 30 orang, Terdiri dari kalangan profesi yang berbeda, seperti Wartawan, PNS, Guru, Wiraswasta, Mahasiswa, dan Pelajar.
Secara esensial nama TONGGAK dapat diartikan sebagai tiang penyangga sebuah bangunan yang dimaknai sebagai kekuatan dan semangat fundamental dalam berkarya. Teater Tonggak memiliki lambang segi tiga sama sisi dan tiga tiang pancang yang membagi ketiga sudutnya sama besar. Lambang ini merupakan simbol dari kehidupan seni budaya Indonesia yang dibentuk oleh tiga unsur kekuatan, yaitu: (1) Bahwa kebudayaan terbentuk karena adanya cipta, rasa dan karsa; (2) Bahwa seni memiliki keseimbangan, keselarasan, dan keserasian karena adanya wirahma, wirasa, dan wiraga; (3) Bahwa kehidupan seni budaya diperuntukkan bagi kebaikan orang banyak, keselamatan orang banyak, dan kesejahteraan orang banyak.
(Hendry/Teater Tonggak)