Permasalahan Klasik hingga Mafia LPG 3 Kilogram Bersubsidi
OPINI – Menanggapi permasalahan klasik terkait kelangkaan LPG 3 kg bersubsidi yang saat ini terus terjadi di wilayah Kabupaten Tanjab Barat, membuat penulis merasa sedikit tertantang untuk mengulasnya melalui tulisan di rubrik opini. Disini, penulis menghimpun beberapa informasi dari berbagai sumber yang menurut penulis dapat dipercaya.
Pertama, yang mesti kita ketahui di wilayah Kabupaten Tanjab Barat sendiri ada 4 Agen yang menyalurkan LPG 3 kg bersubsidi ke Pangkalan (Sub Agen), yakni PT. RENDRA JAYA UTAMA, PT. SRY MESYU NEDIFA, PT. RIZKI USAHA BERSAMA dan PUSKOPPABRI.
Untuk Pangkalan (Sub Agen) di Kabupaten Tanjab Barat ada kurang lebih sekitar 140 Pangkalan dan khusus untuk Kecamatan Tungkal Ilir sendiri ada kurang lebih sekitar 50 Pangkalan LPG 3 kg bersubsidi.
Untuk harga jual LPG 3 kg bersubsidi dari Agen ke Pangkalan sendiri berkisar Rp. 16.200 – Rp. 16.500 pertabung dan untuk Harga Eceran Tertinggi (HET) di pangkalan yang telah ditetapkan pemerintah untuk di wilayah Kabupaten Tanjab Barat sebesar Rp. 19.000,- (kecuali wilayah yang kena Double Handling).
Dan, perlu untuk kita ketahui bahwa dalam peraturannya, penyaluran LPG 3 kg bersubsidi itu terakhir hanya di pangkalan dan pihak pangkalanlah yang nantinya menyalurkan atau mendistribusikan ke masyarakat. “Jadi, disini pihak pangkalan dilarang menjual LPG 3 kg kepada pengecer karena dalam peraturannya tidak dibenarkan dan tidak ada namanya pengecer LPG 3 kg bersubsidi.
Menurut penulis, kelangkaan LPG 3 kg ini merupakan permasalahan klasik dan diduga dikarenakan ulah oknum tertentu atau ulah nakal oknum mafia LPG 3 kg bersubsidi.
Permasalahan klasik, kelangkaan LPG 3 kg bersubsidi khususnya yang terjadi di wilayah Kabupaten Tanjab Barat, saat ini kembali dan kembali terjadi.
Buktinya, hampir setiap hari dan setiap saat masyarakat di Kabupaten Tanjab Barat khususnya di dalam kota Kuala Tungkal dan sekitarnya mengeluhkan kelangkaan LPG 3 kg bersubsidi. “Ya, bisa kita lihat, dimana mana saat ini masyarakat kembali dan kembali mengeluhkan kelangkaan LPG 3 kg bersubsidi. Kelangkaan ini bisa dikatakan sudah seperti jaman minyak tanah dulu.
Mumpung ingat jaman minyak tanah, mari kita putar mundur sejenak, untuk diketahui kebijakan konversi dari minyak tanah ke tabung LPG 3 kg bersubsidi ini dimulai pada tahun 2006 yang dikomandoi oleh Wapres Jusuf Kalla. Saat itu harga minyak mentah dunia sudah mencapai USD 147/barel. Subsidi Minyak membengkak sampai Rp.25 triliun.
“Program konversi minyak tanah ke LPG ini dilaksanakan dengan dasar hukum Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Perpres No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, Perpres No.104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg, serta Peraturan Menteri ESDM No. 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG.
Program konversi minyak tanah ke LPG ini bermaksud untuk mengurangi anggaran APBN tentang minyak tanah menjadi separuhnya. Pemerintah mulai menerapkan program konversi minyak tanah ke LPG. “Tujuan dari pengalihan minyak tanah ke LPG antara lain, diversifikasi pasokan energi untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM khususnya minyak tanah, mengurangi penyalahgunaan minyak tanah bersubsidi, efisiensi anggaran pemerintah dalam kaitannya dengan subsidi, serta menyediakan bahan bakar yang praktis dan bersih untuk rumah tangga dan usaha mikro.
Lanjut ke permasalahan LPG 3 kg bersubsidi.
Selama ini pendistribusian LPG 3 kg bersubsidi dari PT. Pertamina melalui Agen dan selanjutnya didistribusikan ke pangkalan (Sub Agen) yang ada di Kabupaten Tanjab Barat berjalan lancar. “Pendistribusian selama ini berjalan lancar, bisa dikatakan tidak ada kendala dan tidak ada pengurangan alokasi LPG 3 kg dari Pertamina.”
Jadi kenapa bisa terjadi kelangkaan?.
Tidak akan terjadi kelangkaan, apabila seluruh pangkalan (sub agen) LPG 3 kg berlaku kooperatif dalam melakukan penyaluran yang sesuai prosedur pendistribusian ataupun peruntukannya.
Untuk kita ketahui, peruntukan LPG 3 kg sendiri sudah diatur dalam Peraturan Presiden No.104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg, Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Jadi kemanakah LPG 3 kg tersebut menghilang sehingga terjadi kelangkaan?
LPG 3 kg tersebut tidak menghilang, hanya penyalurannya yang tidak tepat sasaran. Diduga, kelangkaan LPG 3 kg bersubsidi ini disengaja oleh oknum tertentu (oknum pemilik pangkalan, oknum pengecer ataupun oknum mafia LPG 3 kg bersubsidi) yang sengaja ingin meraup keuntungan yang berlipat atau meraup keuntungan sepihak ditengah meningkatnya kebutuhan masyarakat saat ini. Diduga oknum tertentu ini sengaja memanfaatkan situasi dengan sengaja menimbun LPG, kemudian dijual dengan harga tinggi, jauh dari harga yang ditetapkan pemerintah.
Ada beberapa modus yang biasa dilakukan oleh oknum tertentu?!
Diduga, ada oknum tertentu (oknum pangkalan) yang sengaja menjual LPG 3 kg di toko kelontong miliknya sendiri dengan harga kisaran Rp. 21.000 hingga mencapai Rp. 25.000,- “Ya. bisa kita bayangkan berapa keuntungan yang sudah didapat si oknum tersebut, bila kita hitung dari harga modal.
Diduga, ada oknum tertentu (oknum pangkalan) yang sengaja menjual langsung dengan cara mengantarkan langsung kepada pihak pengecer (ke toko toko kelontong) dan diduga menjual keluar daerah atau zona yang telah ditetapkan peruntukannya, dengan jumlah yang cukup banyak. Oknum tertentu ini melakukannya dengan cara sembunyi sembunyi dan sering dilakukan pada waktu tengah malam. Oknum ini diduga menjual dengan harga mencapai kisaran Rp. 25.000,- pertabung. Dan selanjutnya pihak pengecer (toko) menjual LPG tersebut kepada masyarakat dengan harga kisaran mencapai Rp. 30.000, – Rp. 35.000, dan hal inilah yang saat ini mungkin banyak terjadi, sehingga terjadi kelangkaan dan mengakibatkan harga LPG 3 kg menjadi melambung tinggi di tengah kebutuhan masyarakat, serta kuat dugaan hal inilah penyebab utama terjadinya kelangkaan.
Oknum pengecer atau yang biasa disebut pelantik.
Disini penulis tidak mempermasalahkan mereka (oknum pengecer atau pelantik) untuk mencari rezeki. Tetapi, menurut peraturannya penyaluran LPG 3 kg bersubsidi itu terakhir hanya di pangkalan dan pihak pangkalanlah yang nantinya menyalurkan atau mendistribusikan ke masyarakat. “Jadi, bisa dikatakan disini tidak ada namanya pengecer LPG 3 kg bersubsidi.
Ternyata, setelah ditelisik lebih jauh, bisa kita lihat banyaknya oknum pelantik atau pengecer yang sengaja ikut mengantri membeli LPG di pangkalan. Kemudian, LPG tersebut nantinya untuk mereka jual lagi, ada yang dijual ditokonya sendiri dan ada juga yang menjualnya ke oknum penampung dengan harga kisaran RP. 28.000,- Selanjutnya, mereka (toko ataupun penampung) menjual ke masyarakat dengan harga kisaran Rp. 30.000, – Rp. 35.000, pertabungnya. Dan kuat dugaan, hal ini juga menjadi salah satu penyebab terjadinya kelangkaan LPG 3 kg saat ini dan juga mengakibatkan harga LPG melambung tinggi.
Lebih lanjut, penulis mengungkapkan seperti yang telah diulas sebelumnya diatas, bahwa peruntukan LPG 3 kg sendiri sudah diatur dalam Peraturan Presiden No.104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg, Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian LPG, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Apalagi sudah ada Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri ESDM Nomor 17 dan Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pendistribusian Tertutup LPG Tertentu di Daerah.
“Berdasarkan peraturan tersebut, sebenarnya Beleid atau langkah yang diambil Pemerintah sudah cukup baik dan tinggal bagaimana eksekusi implementasi di masing masing Daerah”.
Oleh karena itu, disini penulis sedikit meminta perhatian dari Pemerintah Kabupaten Tanjab Barat melalui instansi terkait maupun tim pengawasan LPG 3 Kg dan BBM bersubsidi.
Kepada tim terkait, diharapkan peran sertanya untuk melakukan pengawasan ataupun monitoring pendistribusian di tiap pangkalan pangkalan resmi LPG 3 kg dan apabila dalam pelaksanaannya memang ditemukan ulah nakal oknum tertentu (oknum mafia LPG 3 kg bersubsidi), diharapkan kepada instansi terkait maupun tim pengawasan untuk mengambil tindakan tegas sesuai prosedur maupun peraturan yang berlaku.
Dan, apabila setelah dilakukannya pengawasan dan monitoring, ditemukan kendala lain, seperti kuota atau alokasi LPG 3 kg bersubsidi tersebut dianggap masih kurang atau memang kurang untuk masyarakat, diharapkan kepada Pemerintah Kabupaten Tanjab Barat melalui instansi terkait untuk mengusulkan penambahan kuota atau alokasi LPG 3 kg bersubsidi Kepada pihak PT. Pertamina.
Dan, di akhir kata penulis sedikit menambahkan!, Berdasarkan dari beberapa sumber yang berhasil dihimpun penulis, untuk pangkalan ataupun oknum tertentu yang melakukan penyelewengan ataupun menjual LPG 3 kg bersubsidi diatas harga HET yang telah ditetapkan pemerintah bisa dikenakan sanksi hukum. “Diduga melanggar Perpres RI Nomor 71 Tahun 2015 tentang Barang Penting dan pasal 1 Subsider 3E, Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang-Undang Darurat Nomor 7/1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi dan Pasal 106 Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, serta Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan atau pasal 10 huruf a UU RI No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. (Red)
* Penulis merupakan pimred di media online serambijambi.id