Tahun Politik Untuk Pemuda

0

Penulis : Muhammad Andika

SERAMBIJAMBI.ID, OPINI – Beri aku sepuluh pemuda maka akan aku guncangkan dunia (Ir soekarno) kata-kata presiden pertama ini telah menjadi tolak ukur semangat pemudaJaman dahulu dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak perintisan pergerakan kebangsaan Indonesia, pemuda berperan aktif sebagai ujung tombak dalam mengantarkan bangsa dan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berdaulat.

Pergerakan kepemudaan dahulu masih berlandaskan primordialisme kesukuan (Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong  Sumatranen Bond, Jong Islamieten, Sekar Rukun, Pemuda kaum Betawi ) akan tetapi dalam pergerakannya memiliki tujuan besar nasional yang sama.

Akan tetapi pemuda hari ini adalah pemuda yang tidak ingin tau kondisi terkini perkembangan pemerintahannya padahal pemuda zaman sekarang sudah bisa mendapatkan informasi pemerintahan baik melalu media sosial, smartphone atau bersosial.

”Ada berjuta kata yang mungkin bisa terucap untuk menggambarkan siapa itu pemuda. Setiap orang bisa menggambarkan “Pemuda” nya dengan hal yang berbeda – beda. Tergantung dari siapa yang mengatakannya dan dari sudut pandang apakah orang tersebut melihatnya. Mungkin ketika mendengar kata “Pemuda” beberapa pihak sepakat bahwa Pemuda adalah agen perubahan dan juga masa depan bangsa ini yang memiliki semangat juang tinggi.

BACA JUGA :

Sudah menjadi rahasia umum bahwa pemudalah yang signifikan dapat mendorong ke arah perubahan. Secara historis, peran pemuda tak dapat diabaikan dalam sebuah perubahan, baik ke arah lebih baik, atau pun ke arah kehancuran. Pemuda memiliki semangat yang masih “mendidih” di dalam jiwanya.

Tapi bagaimana jika semangat itu dipolitisasi untuk kepentingan tertentu? Dewasa ini kata “kepentingan” nampaknya mengalami pergeseran makna. Kepentingan sering diidentifikasikan sengan sesuatu yang negatif, atau sentimentil. Kepentingan dimaknai dengan adagium, ada udang di balik batu. Stigma yang melekat ini tentunya tak sekonyong-konyong tertanam dalam persepsi masyarakat.

Apalagi dalam politik, yang janji ketika kampanye berlainan dengan realitas ketika sudah berada dalam lingkar kekuasaan. Tidak sulit menemukan politikus yang (meskipun niatnya baik) berlaku oportunis. Mencari segala celah dan ruang di dinamika politik hanya untuk menguntungkan dirinya saja.

Pemuda tidak bagus memiliki sifat demikian, terlebih kepada mahasiswa/aktivis yang selalu mencari eksistensi dan mengklaim dirinya sebagai agent of change. Oportunisme hanya terdapat pada manusia berjiwa medioker, tidak mau ambil risiko lebih di dalam keputusannya.

Seperti telah diuraikan dalam Manusia Indonesiaoleh Mochtar Lubis bahwa salah satu ciri sifat manusia Indonesia adalah hipokrit, munafik. Tidak sesuai antara ucapan dengan perbuatan. Ini menjadi tamparan yang keras, sekaligus menjadi kesempatan bagi kita–pemuda untuk membuktikan bahwa apa yang Mochtar Lubis pernah sampaikan itu salah besar!

Bagi kita pemuda yang masih “haus” akan pengalaman dan panjang akan masa depan, terjebak dalam sifat hipokrit dan oportunis adalah sebuah kesia-siaan yang sungguh nyata adanya. Kita seakan membuang segenap peluang yang ada, menyingkirkan segala kesempatan menjadi manusia yang utuh, yang out-of-the-box. Jika sudah berlaku hipokrit dan oportunis, apa yang (sedang/akan) diperjuangkan?

Adakalanya politik menaikkan pamor dan citra, dan tak jarang pula menenggelamkan karir dan kharisma seseorang. Pemuda yang berjuang dengan jalan politik adalah pemuda yang “pensiun dengan kehidupan normal”. Karena dalam politik tidak ada habisnya, yang ada hanya berhenti dari partai atau habis masa jabatan.

Prinsip utama yang tertanam dalam sanubari pemuda adalah sebuah value, nilai. Dan nilai itu ditentukan oleh perilaku dan “pembawaan-pembawaan” perbuatannya dari masa lalu. Pemuda yang terdidik dan berpolitik harus berjuang tanpa embel-embel “untung-rugi” atau mental “wani piro”.

Sebagaimana yang ditegaskan dalam UU No. 40 tahun 2009 Pasal 9 dan 13 Tentang Kepemudaan, ditegaskan bahwa pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bersinergi dalam pelayanan kepemudaan dalam upaya pemberdayaan. Sedangkan pada Pasal 7 dan Pasal 8, pelayanan kepemudaan di arahkan untuk menumbuhkan patriotisme, dinamika, budaya prestasi, dan semangat profesionalitas; dan meningkatkan partisipasi dan peran aktif pemuda dalam membangun dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara serta tidak bisa menghilangkan sebuah idealisme seorang pemuda, pemuda berhak berkontribusi dalam tahun politik tetapi jangan hilangkan suatu sifat idealisme.

Sebuah perjuangan yang revolusioner harus memadukan antara pikiran/ucapan dan tindakan. Sebuah idealisme yang hanya akan dilalui oleh jiwa-jiwa yang merdeka. Merdeka dalam berpikir dan merdeka dalam bertindak.

Sebab idealisme itu, ujar Tan Malaka, “adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda”. Dan pemuda bukan (ditentukan oleh) soal usia, melainkan oleh semangat juang. Berjuang untuk kemanusiaan, kebenaran, dan keadilan sosial.

Saya berharap agar pemerintah dan partai politik dapat bersinergi dalam melaksanakan amanah undang – undang untuk memberdayakan pemuda. Petisi ini sangat penting untuk didukung karena, pemuda adalah masa depan bangsa. Jika sekarang kita bisa menciptakan pemuda yang memiliki berintegritas, nasionalisme dan memiliki kepedulian yang tinggi maka masa depan bangsa ini akan terjamin. Selain itu dalam waktu dekat ini, kita akan melaksanakan pemilu legislatif dan pemilihan Presiden oleh karena itu permasalahan yang kami petisikan ini harus segera ditindaklanjuti atau semuanya akan berujung semakin hancurnya roda pemerintahan kita dan semakin apatisnya para pemuda kita.

Comments
Loading...