Dilema Ekonomi: Pendapatan dari Cukai Rokok VS Pengeluaran untuk Pengobatan Penyakit Terkait Rokok

0

Dilema Ekonomi: Pendapatan dari Cukai Rokok VS Pengeluaran untuk Pengobatan Penyakit Terkait Rokok

SERAMBIJAMBI.ID – Industri tembakau merupakan salah satu penyumbang utama pendapatan negara melalui cukai. Pada tahun 2023, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau mencapai sekitar Rp 218 triliun, atau sekitar 10% dari total penerimaan negara.

Pendapatan ini sering dianggap penting untuk mendukung anggaran negara, terutama dalam membiayai program pembangunan dan kesejahteraan sosial. Namun, dibalik angka tersebut, terdapat persoalan besar yang tidak bisa diabaikan yakni beban ekonomi yang ditimbulkan oleh penyakit akibat rokok.

Beban Kesehatan Akibat Rokok

Konsumsi rokok adalah salah satu penyebab utama penyakit tidak menular (PTM), seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan kronis. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sekitar 60% kasus penyakit jantung di Indonesia dikaitkan dengan kebiasaan merokok.

Menurut Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (2022), biaya langsung pengobatan penyakit terkait rokok di Indonesia mencapai Rp17,9 triliun per tahun. Selain itu, ada juga biaya tidak langsung berupa hilangnya produktivitas akibat kematian dini dan kecacatan, yang diperkirakan mencapai Rp374 triliun per tahun.

Jika dibandingkan, total beban ekonomi akibat rokok jauh melampaui pendapatan negara dari cukai. Hal ini menciptakan dilema: meskipun rokok memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara, dampak buruknya terhadap kesehatan masyarakat dan ekonomi jangka panjang sangat signifikan.

Kebijakan Cukai untuk Menekan Konsumsi

Pemerintah telah menaikkan cukai rokok secara bertahap sebagai salah satu strategi pengendalian tembakau. Pada 2024, tarif cukai rokok rata-rata naik sebesar 10%. Kebijakan ini bertujuan untuk :

  1. Mengurangi prevalensi perokok, terutama di kalangan anak muda. Data Riskesdas 2023 menunjukkan prevalensi perokok pada usia 10-18 tahun masih tinggi, yaitu 9,1%.
  2. Mengurangi dampak kesehatan jangka panjang, dengan memaksa perokok untuk berpikir ulang sebelum membeli rokok yang semakin mahal.

Namun, efektivitas kebijakan ini sering diperdebatkan. Meski ada penurunan konsumsi rokok di beberapa kelompok, industri rokok kretek tetap menunjukkan resistensi, terutama karena adanya rokok ilegal yang lebih murah dan mudah diakses.

Mengimbangi Pendapatan dengan Peningkatan Anggaran Kesehatan

Untuk mengatasi dilema ini, penting bagi pemerintah untuk menggunakan pendapatan dari cukai rokok untuk memperkuat sector kesehatan. Misalnya:

  1. Peningkatan anggaran untuk program pencegahan penyakit terkait rokok, seperti kampanye berhenti merokok dan layanan konseling.
  2. Subsidisasi pengobatan bagi penderita penyakit akibat rokok, terutama untuk kelompok masyarakat miskin yang rentan.
  3. Pengembangan alternative mata pencaharian bagi petani tembakau, agar ketergantungan terhadap industri rokok dapat berkurang secara bertahap.

Kesimpulan

Dilema antara pendapatan cukai rokok dan pengeluaran untuk pengobatan penyakit akibat rokok menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih terintegrasi. Pendapatan dari cukai memang penting, tetapi harus diimbangi dengan langkah-langkah preventif dan kuratif untuk mengurangi beban ekonomi dan social akibat konsumsi rokok. Hanya dengan cara ini, keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan kesehatan masyarakat dapat tercapai.

Referensi data dapat diperoleh dari laporan Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, dan penelitian lembaga akademik terkait seperti Universitas Indonesia. Anda juga dapat menyertakan infografis untuk mendukung visualisasi data.

Ditulis oleh Rafika Artisyah, mahasiswi Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Maju 2023

Daftar Pustaka

  • Kementerian Keuangan RI. (2023). Laporan Realisasi Penerimaan Negara 2023.
  • Kementerian Kesehatan RI. (2023). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2023.
  • Lembaga Demografi FEB UI. (2022). Kajian Ekonomi Dampak Rokok di Indonesia.
  • WHO Indonesia. (2021). The Economic and Health Costs of Smoking in Indonesia.
  • Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Konsumsi Rokok di Indonesia.

Comments
Loading...