Minim Perhatian Pemerintah, Begini Cerita Puluhan Santri Lirboyo yang Jalani Karantina di Desa Lagan Tengah
Minim Perhatian Pemerintah, Begini Cerita Puluhan Santri Lirboyo yang Jalani Karantina di Desa Lagan Tengah
SERAMBIJAMBI.ID, TANJAB TIMUR – Sebanyak 32 orang santri dan santriwati Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri, Provinsi Jawa Timur asal Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), Provinsi Jambi ini tiba ke kampung halaman mereka sejak Jumat 03 April 2020 lalu.
Mereka yang sebagian besar asal Desa Lagan Tengah, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjabtim itu pulang selama masa libur pondok.
Para santri dan santriwati tersebut harus menjalani karantina di gedung madrasah yang sudah tidak terpakai di Desa Lagan Tengah. Disekeliling gedung yang sudah terlihat usang itu tampak dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari jaring ikan.
Pemerintah Desa Lagan Tengah mengambil kebijakan untuk mengkarantina santri dan santriwati asal ponpes Lirboyo di satu tempat selama 14 hari. Selama waktu dua Minggu tersebut para santri dan santriwati tidak diperbolehkan keluar dari tempat karantina.
“Disini sudah 13 hari berjalan, Insyaallah nanti hari Jumat (17 April 2020,red) selesai 14 hari, kita akan pulang bersama. Kita harapkan nanti tidak ada yang positif setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter,”kata Herman Sayuti, pemimpin rombongan santri dan santriwati pondok pesantren Lirboyo kepada serambijambi.id saat dijumpai dilokasi Karantina, Kamis (16/04/20) siang.
Herman menjelaskan, selama dikarantina Para santri dan santriwati asal ponpes Lirboyo ini hanya diperiksa oleh petugas kesehatan Sebanyak satu kali.
“Untuk kami disini, yang putra ada 21 orang dan yang putri ada 11 orang. Diantara kami disini ada yang bersaudara, tetangga dan kerabat. Semua asli orang Desa Lagan Tengah. Pemeriksaan kesehatan dari dokter ada satu kali, kalau gak salah di hari ke empat atau hari kelima,”imbuhnya.
Herman menambahkan, selama dikarantina belum ada bantuan apapun baik dari pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan maupun Pemerintah Kabupaten. Terkecuali pernah satu kali mendapat bantuan langsung dari salah seorang anggota DPRD Kabupaten Tanjabtim.
Selama 13 hari berjalan, Kepala Desa setempat tidak pernah berkunjung kelokasi dan tidak pernah melakukan penyemprotan disinfektan disekitar lokasi karantina.
“Bantuan dari pemerintah yang saya ketahui tidak ada. Cuma ada yang sifatnya bantuan pribadi dari Muk Bujang seperti mie beberapa kardus, susu, buah buahan, obat obatan seperti vitamin C, minyak angin, obat nyamuk dan lain sebagainya,”jelasnya.
Selama di karantina, kebutuhan para santri dan santriwati dibebankan kepada wali santri atau orang tua mereka masing masing. Mulai dari makanan, minuman, kasur dan lain sebagainya.
“Kami disini ada dua ruangan, satu untuk santri pria dan satu untuk santri wanita. Selama karantina kegiatan kami disini salat berjamaah, gotong royong dan olah raga. Untuk kebutuhan makan minum selama ini diantar oleh wali santri yakni pagi siang dan sore, kecuali ada masyarakat yang ada hajatan yang meminta bacakan doa dan tahlil, nanti kita bilang ke orang tua agar tidak mengantarkan makanan,”ulasnya.
Hal senada juga diutarakan oleh santri ponpes Lirboyo lainnya, Alwan, Menurutnya selama ini bantuan yang diberikan oleh pemerintah Desa Lagan Tengah hanya tempat karantina, selebihnya dari orang tua santri.
“Bantuan dari desa ya hanya sebatas tempat inilah. Bantuan ada, setahu kami ada dari pak Bujang yang Anggota Dewan itu,”bebernya.
Sementara itu, dihari yang sama, Kepala Desa Lagan Tengah, Muhammad Yusuf yang dijumpai serambijambi.id diruang kerjanya menuturkan, pihaknya mengakui belum pernah menyalurkan bantuan terhadap para santri dan santriwati yang dikarantina tersebut. Ia beralasan dana dari APBDes belum cair, kemudian takut salah kelola dan berbenturan dengan aturan yang ada.
“Dana apa yang harus kita gunakan, sementara dari APBDes kita mau gunakan pertama dananya belum cair, kemudian aturannya seperti apa kita belum tau persis, takut salah kelola nanti,”kata Muhammad Yusuf menjawab pertanyaan wartawan serambijambi.id.
Ia menjelaskan, bertepatan dengan mendekati bulan suci Ramadhan banyak warga yang menggelar sedekah, sementara untuk keramaian tidak diperbolehkan. Oleh karenanya kebutuhan konsumsi makanan para santri kerap berlebih karna makanan dan minuman dari warga yang menggelar hajatan itu langsung diberikan kepada para santri dan santriwati. (Rano)