Tarif PCR Turun, SEKARPURA II Apresiasi Langkah Cepat Pemerintah
SERAMBIJAMBI.ID, JAKARTA -Serikat Karyawan PT Angkasa Pura II (Sekarpura II) mengapresiasi respon cepat pemerintah yang telah menetapkan tarif tes COVID-19 dengan metode Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) menjadi Rp275 ribu untuk Pulau Jawa Bali dan Rp300 ribu untuk di luar Pulau Jawa Bali serta berlaku 3 x 24 jam.
Meski begitu, Sekarpura II tetap meminta agar hasil negatif swab Antigen 1 x 24 jam dapat menjadi syarat perjalanan menggunakan pesawat udara di dalam negeri atau domestik.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Ketua Umum DPP Sekarpura II, Trisna Wijaya.
“Kami apresiasi terhadap respon cepat pemerintah yang telah menurunkan tarif PCR dan berlaku 3 x 24 jam untuk penggunannya. Namun, kami akan tetap menyuarakan agar syarat perjalanan pada moda transportasi udara dapat disamakan dengan moda transportasi lainnya yang dapat juga menggunakan tes Antigen 1 x 24 jam sebagai syarat melakukan perjalanan,” kata Trisna saat dijumpai di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Jumat (29/10/2021).
Menurut Trisna, hasil negatif swab Antigen cukup untuk syarat perjalanan menggunakan transportasi udara. Pasalnya, SOP di moda transportasi udara untuk pencegahan penyebaran COVID-19 adalah yang paling aman dan paling taat protokol kesehatan, baik saat berada di bandara maupun selama di dalam pesawat.
“Hal ini dibuktikan dengan implementasi protokol kesehatan yang ketat di bandara dan penggunaan HEPA Filter di kabin pesawat udara yang mampu meminimalisir penyebaran virus/bakteri selama penerbangan. Cabin Crew juga selalu aktif mengawasi penggunaan masker oleh penumpang selama penerbangan” tuturnya.
Selain itu kata Trisna, modal transportasi udara juga yang paling taat dan konsisten dalam penerapan penggunaan aplikasi PeduliLindungi, sesuai tujuannya adalah untuk pengecekan status vaksin serta mentracing pergerakan orang.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pemberlakuan PCR sebagai syarat perjalanan menggunakan pesawat terbang tidak efektif dan tidak efisien.
“Karena, selain biaya yang harus dikeluarkan para pengguna jasa transportasi udara yang masih terlalu mahal dan waktu untuk mengetahui hasil tes PCR terlampau lama, khususnya di daerah luar Jawa Bali. Bahkan informasinya, di luar negeri seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan lainnya tidak menerapkan tes PCR sebagai syarat perjalanan,” ujarnya.
Apabila hasil negatif PCR tetap menjadi syarat perjalanan untuk perjalanan pesawat udara, Trisna mengkhawatirkan akan terjadi perpindahan moda transportasi yang pengawasannya tidak seketat transportasi udara.
“Bukan tidak mungkin pengguna jasa akan berbondong-bondong menggunakan transportasi lain selain udara. Siapa yang akan mengawasi, siapa yang akan bertanggung jawab? Apakah prokes di moda tranportasi lain seperti darat dan laut bisa lebih baik dari pada apa yang sudah kita lakukan di bandara dan pesawat,” imbuhnya.
Oleh karenanya, Trisna berharap, baik dari sisi persyaratan, penerapan dan pengawasan untuk perjalanan dalam negeri di setiap moda transportasi diperlakukan secara adil sesuai dengan kondisi real setiap daerah. Dilakukan observasi lapangan yang real terhadap 3 moda transportasi yang ada, sebelum penerapan aturan, untuk mencegah penularan COVID-19 sehingga tidak muncul klaster-klaster baru.
“Kita harapkan bahwa baik transport darat, laut dan udara itu diperlakukan dengan cara-cara yang berimbang. Semoga saja, dengan diberlakukannya aturan yang baru, pengawasan yang dilakukan sebagaimana yang dipersyaratkan juga dilakukan secara berimbang dan konsisten, tidak hanya pada transportasi udara, namun juga pada transportasi darat dan laut,” tuturnya. (*)